Iklan Adsense Otomatis

Sosiologi: Kontrol Sosial dan Perilaku Menyimpang

KEGELAPAN “MOVE ON” KECAHAYAAN



Definisi Kontrol Sosial

Suatu proses baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi norma — norma social (Soejono Soekanto, 1981: 57). Control social diperlukan dalam masyarakat karena tidak semua anggota dari suatu masyarakat akan patuh dan taat terhadap berbagi norma yang berlaku disuatu tempat. Untuk itu diperlukan suatu pengontrol dalam suatu masyarakat. Kontrol Sosial memiliki dua bentuk yaitu secara persuasive dan koersif. Dikatakan secara persuasif apabila pengendalian kepada masyarakat dilakukan dengan cara membimbing atau mengarahkan masyarakatuntuk mematuhi norma-norma social yang berlaku. Sedangkan yang di sebut sebagai pengenndalian secara koersif yaitu dilakukan dengan cara kekerasan atau ancaman dengan menggunakan kekuatan secara fisik. Sebenarnya pengendalian social dapat dilakukan melalui cara formal maupun informal. Controlsocialsecara informal dilakukan dengan mendasarkan diri terhadap aturan-aturan tidak tertulis dan tidak ada lembaga formal yang diberi tugas untuk melakukannya . misalnya seperti mengolok-olok, dan mengucilkan. Sedangkan pengendalian social secara formal dilakukan melalui sustu lembaga yang bersifat formal seperti polisi, kejaksaan, pengadilan, dan didasarkan pada aturan-aturan tertulis. Pada masyarakat dengan jumlah warga yang tergolong relatif rendah dan masih mengenal antara satu dengan lainnya dapat melakukan pengendalian social dengan cara langsung tanpa melalui suatu lembaga tertentu. Sarana yang dapat digunakan untuk control social yaitu dapat berupa sanksi dan melalui pemberian penghargaan. 

Bentuk-bentuk Kontrol Sosial

Pengendalian sosial (kontrolsosial) bisa dipahami dalam berbagai dimensi antara lain: berdasarkan sifatnya (preventif dan represif), cara pelaksanaannya (persuasif dan koersif), dan jumlah perilaku serta sasaran yang ditinjau (individu dan kelompok). Dilihat dari dimensi sifatnya:

Upaya Preventif : upaya pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan sosial, yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran sosial. Contoh: melalui proses sosialisasi tentang ajakan untuk menciptakan pemilu yang damai. 

Upaya Represif : upaya pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran sosial, yang dilakukan untuk mengembalikan kedamaian dan ketertiban masyarakat seperti semula. Contoh: penjatuhan hukuman penjara terhadap pidana korupsi. 

Dilihat dari dimensi cara pelaksanaannya 

Cara Persuasif : upaya pengendalian sosial yang dilakukan dengan menekankan tindakan yang sifatnya mengajak atau membimbing masyarakat agar bersedia bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Contoh: seorang guru menasihati siswanya yang membolos sekolah. 

Cara Koersif : upaya pengendalian yang dilakukan dengan melakukan tindakan yang sifatnya memaksa masyarakat agar bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Contoh: penggusuran PKL (Pedagang Kaki Lima) oleh petugas ketertiban dapat dibilang Satpol Pamong Praja (PP). 

Dilihat dari dimensi pelaku dan sasarannya 

Pengendalian sosial yang dilakukan individu terhadap individu lain. Contoh: seorang guru memperingatkan seorang siswa yang membolos sekolah. 

Pengendalian sosial yang dilakukan individu terhadap kelompok. Contoh: seorang polisi yang memperingatkan sekelompok remaja yang melanggar lalu lintas, 

Pengendalian sosial yang dilakukan kelompok terhadap individu. Contoh: beberapa orang polisi yang memperingatkan seorang remaja yang mengendarai mobil melebihi batas kecepatan. 

Pengendalian sosial yang dilakukan kelompok terhadap kelompok lain. Contoh: penyuluhan yang dilakukan sekelompok relawan kepada para siswa agar menghindari pemakaian narkoba. 

Sarana Kontrol Sosial 

Sanksi ( punishment ) 

Sanksi ditujukan untuk menekan warga masyarakat dengan pemberian pembebanan penderitaan bagi siapa saja yang melanggar norma yang berlaku. 

Macam-macam sanksi: 

Sanksi ekonomi, yaitu pembebanan penderitaan ekonomi. Seperti: denda, ganti rugi.

Sanksi Fisik, yaitu pembebanan penderitaan fisik. Seperti: dipukul, dicambuk, dipacung.

Sanksi Psikologis, yaitu pembebanan penderitaan kejiwaan. Seperti: dicemooh, diejek, dipermalukan di depan umum.

Akibat yang Ditanggung Bagi Pelanggar Kontrol Sosial Adapun sanksi yang akan ditanggung atau diperoleh bagi para pelanggar kontrol sosial adalah sebagai berikut: 

  1. Mendapatkan sanksi berupa hukuman pidana, apabila pelanggaran yang dilakukan tersebut melanggar hukum yang tertulis yang ada di Indonesia. Misal: Pembunuhan berencana melanggar pasal 351 KUHP. 
  2. Mendapatkan sanksi berupa digosipkan/pengucilan di kalangan masyarakat sekitar, apabila pelanggaran tersebut melanggar norma dan nilai dalam masyarakat. Misal: Seorang wanita bekerja di club malam yang setiap harinya selalu pulang di pagi hari. Maka dengan adanya hal itu, masyarakat sekitar menilai bahwa wanita tersebut dapat dikategorikan sebagai wanita nakal. 

Agen Kontrol Sosial

Di dalam masyarakat, terdapat lembaga sosial yang berperan penting dalam melaksanakan pengendalian sosial (kontrol sosial), diantara lembaga tersebut adalah: 

1. Aparat Kepolisian

Pihak yang paling utama yang mempunyai mandat sebagai penegak hukum dan bertugas untuk mengatur ketertiban, keamanan, dan keselamatan masyarakat di berbagai tempat dan waktu. 

2. Peradilan

Lembaga peradilan berfungsi memberikan putusan hukum kepada warga masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku. 

3. Tokoh Masyarakat 

Tokoh masyarakat yaitu individu-individu yang dianggap mempunyai pengaruh atau wibawa tertentu oleh warga masyarakat lain. Orang tersebut biasanya disegani dan dihormati. Dia diharapkan mampu mencegah terjadinya berbagai perilaku menyimpang di masyarakat. 

4. Adat Istiadat

Adat istiadat merupakan tindakan sosial yang ada di masyarakat yang masih memegang teguh tradisi. Warga masyarakat yang melanggar adat/tradisi akan dikenakan sanksi,sanksi tersebut bisa pengucilan dari warga masyarakat sekitar. 

Pengertian Perilaku Menyimpang 

Perilaku menyimpang menurut Soerjono Soekanto adalah penyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat. Perilaku menyimpang atau yang sering disebut dengan penyimpangan sosial menurut wikipedia adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau nilai kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. Secara sederhana kita dapat mengatakan seseorang melakukan perilaku menyimpang apabila dia melakukan suatu tindakan yang menurut anggapan sebagian besar masyarakat tempat dia berada tindakan tersebut di luar kebiasaan, adat istiadat, aturan, nilai-nilai, atau norma sosial yang berlaku didalamnya. 

Tindakan penyimpangan sosial pada dasarnya tidak selamanya berupa tindak kejahatan besar, seperti berzina, membunuh, menganiaya, ataupun sejenisnya. Akan tetapi tindakan penyimpangan sosial juga dapat berupa pelanggaran kecil, seperti perkelahian antar teman sebaya, makan dengan tangan kiri, berpacaran hingga larut malam, dan lain sebagainya. 

Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria atau sudut pandang. 

a. Berdasarkan Sifatnya :

1. Penyimpangan bersifat positif adalah: penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Contoh: Emansipasi wanita yang melahirkan wanita karir. 

2. Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Contoh: penggunaan narkoba.

b. Berdasarkan Jenisnya

1. Penyimpangan primer (primary deviation) adalah: penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang, serta masih bisa dimaklumi dan si pelaku masih bisa di terima dalam masyarakat. Contoh: karena sesuatu hal seseorang tidak bisa ikut serta dalam siskamling bersama.

2. Penyimpangan sekunder (secondary deviation) adalah: perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain. Contoh: orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk. 

c. Berdasarkan Bentuknya

1. Perilaku menyimpang yang bukan merupakan kejahatan adalah: suatu perilaku menyimpang yang tidak termasuk tindakan pidana. Contoh: Orang tua yang masih suka bermain kelereng. 

2. Perilaku menyimpang yang merupakan kejahatan (crime) adalah:suatu perilaku menyimpang yang dikenakan sanksi pidana. Contoh: Pencurian, pembunuhan. 

3. Kenakalan Remaja (Jouvenile Delequency) adalah: perilaku menyimpang yang umumnya dilakukan oleh remaja. Contoh: Perkelahian antar remaja. 

d. Berdasarkan Pelakunya

1. Penyimpangan Individual ( Individual Deviation ) adalah penyimpangan yang dilakukan oleh orang yang telah mengabaikan dan menolak norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Contoh: seorang anak yang ingin menguasai warisan orang tuanya. Ia mengabaikan saudaranya yang lain. Ia menolak norma-norma tentang pembagian warisan menurut adat masyarakat maupun menurut norma agama. Ia menjual semua peninggalan harta orang tuanya untuk kepentingan diri sendiri.

Penyimpangan yang bersifat individual sesuai dengan kadar penyimpangannya dibedakan atas: 

a) Pembandel, yaitu penyimpangan karena tidak patuh pada nasihat orang tua 

agar mengubah pendiriannya yang kurang baik. 

b) Pembangkang, yaitu penyimpangan karena tidak taat pada peringatan orang-orang.

c) Pelanggar, yaitu penyimpangan karena melanggar norma-norma umum yang berlaku. Misalnya orang yang melanggar rambu-rambu lalu lintas pada saat di jalan raya. 

d) Perusuh atau penjahat, yaitu penyimpangan karena mengabaikan norma-norma umum sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya. Misalnya pencuri, penjambret, penodong, dan lain-lain. 

e) Munafik, yaitu penyimpangan karena tidak menepati janji, berkata bohong, berkhianat, dan berlagak membela. 

2. Penyimpangan Kelompok ( Group Deviation ) adalah : tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya, namun bertentangan dengan norma yang berlaku. Contoh: sekelompok orang yang menyelundupkan serta menyalahgunakan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya.

Penggolongan Perilaku Menyimpang

Secara umum, perilaku yang digolongkan sebagai penyimpangan sosial antara lain adalah: 

1. Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat atau lingkungan sekitar tempat kita berada. Misalnya membolos ketika jam-jam sekolah atau kuliah, merokok di area dilarang merokok, memakai sandal butut ke kampus atau ke tempat formal lainnya, membuang sampah di tempat yang tidak semestinya, dan lain sebagainya.

2. Tindakan yang antisosial atau asosiatif, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Contohnya adalah tidak mau berteman, menarik diri dari pergaulan, melakukan penyimpangan seksual seperti menjadi seorang homoseksual dan lesbian, dan lain sebagainya. 

3. Tindakan kriminal, yaitu tindakan yang secara nyata telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orag lain. Contoh yang sering terjadi adalah perampokan, perkosaan, korupsi, penculikan, pembunuhan dan berbagai tindak kejahatan lainnya, baik yang tercatat di kepolisian maupun yang tidak karena tidak dilaporan oleh masyarakat, tetapi nyata-nyata mengancam ketentraman masyarakat.

Penyebab Perilaku Menyimpang

Menurut Wilnes dalam bukunya yang berjudul Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan atau kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai  berikut:

Faktor subjektif adalah: faktor yang berasal dariseseorang itu sendiri (merupakan sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir). 

Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak  serasi. 

Beberapa penyebab terjadinya perilaku menyimpang: 

Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan yang ada di masyarakat. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna. Misalnya: karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila  kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak  akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga. 

Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Misalnya: karier penjahat kelas kakap  yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani atau nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang. 

Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan terjadinya perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapaisuatu tujuan seseorang  tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka  terjadilah perilaku menyimpang. 

Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.

Teori Perilaku Menyimpang 

Teori Pergaulan Berbeda ( Differential Association )

Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut teori ini, suatu penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang terlebih dulu. Penyimpangan type ini diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission). Contoh: perilaku siswa yang suka bolos sekolah. Perilaku tersebut dipelajarinya dengan melakukan pergaulan dengan orang-orang yang sering bolos sekolah.  Melalui pergaulan itu ia mencoba untuk melakukan penyimpangan tersebut, sehingga menjadi pelaku perilaku menyimpang. 

Teori Labelling

Teori ini dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Menurut teori ini, seseorang menjadi penyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat  kepadanya. Maksudnya adalah pemberian julukan atau cap yang biasanya negatif kepada seseorang yang telah melakukan penyimpangan primer (primary deviation). Contoh: pencuri, penipu, pemabuk, dan sebagainya. Sebagai tanggapan terhadap cap itu, si pelaku penyimpangan kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangannya sehingga terjadi dengan penyimpangan sekunder (secondary deviation). Alasannya adalah sudah terlanjur basah atau kepalang tanggung. 

Teori Anomie

Teori ini dikemukakan oleh Robert Merton. Menurut teori ini, bahwa perilaku 

menyimpang adalah akibat dari adanya berbagai ketegangan dalam suatu  struktur sosial sehingga ada individu-individu yang mengalami tekanan dan akhirnya berprilaku menyimpang. 

Teori Konflik

Teori ini dikembangkan oleh penganut Teori Konflik Karl Marx. Para penganut teori ini berpandangan bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Sehingga perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompok kelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Pandangan ini juga mengatakan bahwa hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka. 

Teori Sosialisasi

Teori ini dikembangkan oleh Edwin H Sutherland. Teori ini berasumsi bahwa perilaku menyimpang adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas suatu sikap dan tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang. Teori Disorganisasi Sosial Teori yang didasarkan pada karya William I. Thomas  dan Florian Znaniecki, bahwa teori Disorganisasi sosial berasumsi perilaku menyimpang terjadi karena dalam masyarakat itu terdapat organisasi sosial atau tatanan sosial yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Dengan demikian disorganisasi sosial adalah kekacauan sosial.

Studi Kasus Kontrol Sosial dan Perilaku Menyimpang di Masyarakat

Tindakan Kriminal (penyimpangan sosial)- Mantan Nara Pidana - Pukul 18.56 WIB-Minggu, 18 Maret 2018

Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan terhadap responden yang dulunya telah terjerat hal negative (penyimpangan sosial) yakni tindakan kriminal (perampokan dan pembunuhan) di masyarakat pada usia 13 tahun sekitar tahun 1982, yang melatarbelakanginya yaitu adanya perselingkuhan yang dilakukan oleh istrinya. Kami menyimpulkan bahwa responden tergolong dalam penyimpangan sosial yang berbentuk tindakan kriminal atau perilaku kejahatan (crime) yaitu tindakan yang telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam keselamatan orang lain yang dikenakan sanksi pidana dengan upaya kontrol sosial cara represif dan dimensi cara pelaksanaannya secara persuasif, represif artinya upaya pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran sosial yang dilakukan untuk mengembalikan kedamaian dan ketertiban masyarakat seperti semula, sedangkan persuasif artinya upaya pengendalian sosial yang dilakukan dengan menekankan tindakan yang sifatnya mengajak atau membimbing masyarakat agar bersedia bertindak sesuai dengan norma yang berlaku dan dimensi pelaku dan sasarannya adalah pengendalian sosial yang dilakukan kelompok terhadap individu. Yang bertindak atau berperan penting sebagai pengendalian sosial (kontrol sosial) yang sesuai dengan responden ke-1, diantaranya aparat kepolisian, peradilan, tokoh keluarga (istri). Adanya kesesuaian dalam Teori Konflik yang dikemukakan oleh Karl Marx. Menurut teori ini, bahwa kejahatan disebabkan oleh konflik perselingkungan yang dilakukan oleh istrinya. Sehingga responden bertindak kejahatan (kriminal) untuk melampiaskan kemarahannya. Pandangan ini juga mengatakan bahwa hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa (aparat kepolisian) dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka 

DAFTAR PUSTAKA

Narwoko,J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan edisi keempat. Jakarta: Prenada.

Soerjono Soekanto. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar: Edisi Baru Keempat. Jakarta: Rajawali Pers.

Saptono, Bambang Suteng. 2006. Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Phibeta.

Sutomo dkk. 2007. Sosiologi Untuk SMA kelas X Semester 2. Malang: Gramedia Indotama