Iklan Adsense Otomatis

Sosiologi: Stratifikasi Sosial

 “PENAFSIRAN KASTA DALAM AGAMA HIINDU”
STRATIFIKASI SOSIAL



Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Stratifikasi berasal dari kata stratum yang berarti strata atau lapisan dalam  bentuk jamak. Sebagaimana Pitirin A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sebagai pembedaan penduduk atau anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis. Sedangkan menurut Bruce J. Cohen sistem stratifikasi akan menempatkan setiap individu pada kelas sosial yang sesuai berdasarkan kualitas yang dimiliki. Sementara Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah kekayaan (materi atau kebendaan), ukuran kekuasaan dan wewenang, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan. Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan sosial masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur baku dalam lapisan sosial dan mempunyai arti penting dalam bagi sistem sosial. Yang diartikan sebagai sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal-balik antara individu dalam masyarakat dan tingkah laku individu-individu tersebut. 

Faktor dari Stratifikasi Sosial

Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan meni mbulkan lapisan-lapisan dalam  masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah. Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat atau ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apapun. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang  tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena  keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun. Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup berkelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah demikian. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan masyarakat, pokok-pokok sebagai berikut dapat dijadikan pedoman. Sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi  masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penyelidikan. Sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur antara lain: 

  1. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya; penghasilan, kekayaan, keselamatan, (kesehatan, laju angka kejahatan) wewenang dan sebagainya. 
  2. Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise dan penghargaan). 
  3. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik wewenang atau kekuasaan. 
  4. Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi mudah atau sukarnya bertukar kedudukan. 
  5. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki kedududkan yang sama dalam system sosial masyarakat seperti; 

  • Pola-pola interaksi-interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan dan sebagainya); 
  • Kesamaan atau ketidaksamaan system kepercayaan, sikap dan nilai-nilai; 
  • Kesadaran akan kedudukan masing-masing; 
  • Aktivitas sebagai organ kolektif Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut: 
  1. Terjadinya secara otomatis, karena factor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya: Kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat. 
  2. Terjadinya dengan sengaja untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, Seperti Pemerintah, Partai politik, Perusahaan, Perkumpulan, Angkatan Bersenjata. 
Stratifikasi dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari proses pertumbuhan masyarakat, juga dapat dibentuk untuk tercapainya tujuan bersama. Faktor yang menyebabkan stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan sendirinya adalah kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas  tertentu. 
Mobilitas sosial merupakan perubahan status individu atau kelompok dalam stratifikasi sosial.Mobilitas dapat terbagi atas mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas vertikal juga dapat terbagi dua, mobilitas vertikal intragenerasi, dan mobilitas antar generasi. Berkaitan dengan mobilitas ini maka stratifikasi sosial memiliki dua sifat, yaitu stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup. 

Dasar-Dasar Pembentukan Pelapisan Sosial 

Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut. 

1. Ukuran Kekayaan 

Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, kepemilikan hewan ternak seperti kambing, sapi, kerbau, lahan persawahan dan sebagainya. Orang-orang yang mempunyai hewan ternak seperti kambing, sapi, kerbau mempunyai pandangan bahwa siapa yang bisa untuk membeli hewan ternak itu adalah hanya orang-orang yang kaya atau mampu saja, bahkan dengan adanya hewan ternak tersebut si pemilik atau peternak bisa membiayai untuk kebutuhan hidupnya. 

2. Ukuran Kekuasaan Dan Wewenang 

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan. 

3. Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berperilaku dan berbudi luhur. 

4. Ukuran ilmu pengetahuan

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan  ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, membuat ijazah palsu dan seterusnya. 

Unsur-Unsur Stratifikasi:

1. Kedudukan (Status) 
Kedudukan sebagai tempat/posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan merupakan salah satu unsur pokok dalam sistim stratifikasi dalam masyarakat. Kedudukan seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial (sosial status). Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut. Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Kedudukan sosial tidak hanya kumpulan kedudukan kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, tetapi kedudukan sosial mempengaruhi kedudukan orang tadi dalam kelompok sosial yang berbeda.

2. Peranan (Role) 
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seperti peranan peternak kambing sebagai penggerak roda perekonomian yang secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan artinya, seseorang telah menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran menyangkut tiga hal:
  • Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan kedudukan seseorang dalam masyarakat; 
  • Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang dilakukan individu dalam masyarakat; 
  • Peran merupakan sebagai perilaku indidvidu yang penting dalam struktur sosial. 

Macam-macam peran (atas dasar pelaksanaannya): 

  1. Peran yang diharapkan. Contoh : hakim, diplomatik, protokoler, dan lain-lain;
  2. Peran yang disesuaikan. Peran yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat. Peran ini sifatnya lebih luwes. 

Macam-Macam / Jenis-Jenis Status Sosial:

1. Ascribed

Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya. 

2. Achieved

Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti  peternak kambing yang bisa menjadi sukses karena keuletan dan kegigihannya sehingga bisa mengangkat derajat kehidupannya, harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. 

3. Assigned

Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya. 

4. Fungsi Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut:
  • Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan, dan wewenang pada jabatan, pangkat, kedudukan seseorang.
  • Sistem pertanggaan (Tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, Misalnya: Pada seorang yang menerima anugerah penghargaan gelar kebangsawanan, dan lain sebagainya. 
  • Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah di dapat melalui kualitas pribadi keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikikan, wewenang atau kekuasaan.
  • Penentuan lambang-lambang (Simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk rumah. 
  • Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan. 
  • Alat solidaritas di antara individu-individu/ kelompok yang menduduki system sosial yang sama dalam masyarakat. 

5. Macam-Macam Stratifikasi Sosial

1) Stratifikasi Sosial Tertutup 

Stratifikasi Tertutup adalah: stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak 
mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi  keturunan ningrat atau bangsawan darah biru. 

2) Stratifikasi Sosial Terbuka

Stratifikasi sosial terbuka adalah: sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia mndapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran / penghasilan yang tinggi.  

Faktor Determinan Stratifikasi dan Ketidaksamaan Sosial 

Secara rinci, faktor-faktor yang menjadi determinan stratifikasi sosial memang relatif beragam, yakni: dimensi usia, jenis kelamin, kelompok etnis/ras, dan sebagainya. Berbagai dimensi ini memiliki kadar pengaruh sendiri-sendiri dalam pembentukan stratifikasi sosial. Menurut Jeffris dan Ransford, di dalam masyarakat pada dasarnya bisa dibedakan menjadi 3 macam stratifikasi sosial: 
  • Hierarki kelas, yang dasarnya pada penguasaan atas barang dan jasa. 
  • Hierarki kekuasaan, yang didasarkan pada kekuasaan. 
  • Hierarkis status, yang didasarkan atas pembagian kehormatan dan status  social

Pengertian Konflik Status dan Role Distance

Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang pasti memiliki kedudukan yang lebih dari satu, akan tetapi dengan adanya berbagai kedudukan yang dimiliki seseorang tidak jarang terjadi berbagai pertentangan ataupun konflik antara kedudukan yang satu dengan yang lainnya, dalam sosiologi inilah yang dinamakan dengan Konflik Status. 
Seiring dengan konflik antar kedudukan, maka ada juga konflik peran (conflict of role) dan bahkan pemisahan antara individu dengan perannya, hal ini dinamakan dengan (role distance). Role distance terjadi karena seseorang merasa tertekan dengan peran yang dimilikinya, karena dirinya merasa peran yang dimiliki tersebut tidak dapat melaksanakan perannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan diri. 

Studi Kasus

Responden bernama: I Wayan Ardiansah
Waktu wawancara : 17.00-19.00 WIB | 15 April 2018

Kelompok kami melakukan identifikasi atau mengamati dan mengambil contoh “Stratifikasi Sosial dalam masyarakat agama Hindu” di Surabaya. Stratifikasi dalam masyarakat agama Hindu tergolong dari stratifikasi tertutup. Dan yang menunjukkan adanya stratifikasi tertutup dalam masyarakat Hindu adalah kasta. Dalam masyarakat Hindu sendiri kasta dibagi menjadi 4 bagian, yaitu Brahmana (Tingkat sosial bagi orang-orang yang mengabdikan dirinya dalam urusan agama, seperti sulinggih, pandita, pemangku, dan rohaniawan), kasta Ksatria (Tingkat sosial bagi orang-orang yang berkecimpung dalam pemerintahan, seperti para raja, bangsawan, dan tentara), kasta Waisya (Tingkat sosial bagi orang-orang yang bekerja sebagai pedagang) , dan kasta Sudra (Tingkat sosial bagi orang biasa atau rakyat jelata). 
Responden yang kami wawancarai adalah beliau tergolong dalam kasta Brahmana, beliau merupakan keturunan dari seorang yang memiliki kedudukan Pemangku. Pemangku adalah orang suci yang disucikan melalui proses ekajati atau mawinten, pemangku dapat dikatakan sebagai pelayan atau perantara antara manusia dengan Sang Pencipta. Dalam kasta tersebut yang menjadi determinan stratifikasi sosial adalah kehormatan, karena orang yang dihormati dalam agama Hindu akan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Untuk kasta Brahmana, termasuk dalam ascribed status, seorang individu mendapatkan gelar sebagai pemangku berdasarkan keturunan keluarga atau sejak lahir sehingga tergolong sebagai status yang diperoleh seorang individu tanpa melalui sebuah usaha. 
Peran pemangku adalah berbuat sesuatu untuk menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup bersama di masyarakat, dengan cara memberikan tuntunan rohani, pembinaan mental spiritual serta membantu kehidupan  beragama dilingkungan masyarakat. Selain itu pemangku juga memiliki peran untuk memimpin sebuah upacara adat Ngaben (Upacara kremasi atau pembakaran jenazah). 
Contoh konflik status yang kami ambil adalah dimana seorang pemangku memiliki status lebih dari satu, yaitu sebagai seorang Ayah. Ketika beliau memiliki anak, dan anaknya tersebut melanggar nilai dan norma dalam agama Hindu maka disini terjadi suatu konflik status. Beliau harus memberikan sanksi kepada anaknya yang melanggar ajaran agama Hindu didepan umum, meskipun yang diberi sanksi adalah anaknya sendiri. Penyebab terjadinya konflik status tersebut karena terjadinya kesenjangan antara kewajiban yang harus dijalankan oleh si ayah dengan hak  yang seharusnya bias didapatkan oleh si anak. Dimana sebagai seorang pemangku dari agama Hindu harus selalu taat dan berusaha menegakkan nilai dan norma yang terdapat dalam ajaran Hindu sementara si anak yang masih berstatus sebagai  anak masih mengalami masa transisi dan pembelajaran untuk menyesuaikan dirinya dengan berbagai nilai dan norma yang ada. Hal lain yang dapat menyebabkan konflik status dari contoh kasus diatas ialah terjadinya kesalahpahaman dalam komunikasi antar ayah dan anak dimana apabila anaknya tersebut melanggar nilai dan norma yang ada untuk pertama kali seharusnya diberikan peringatan terlebih dahulu bukannya langsung dilakukan secara keras dan paksa sehingga si anak tersebut akan merasa tertekan sehingga memicu terjadinya konflik diantara  kedua belah pihak. 
Akibat dari terjadinya konflik tersebut adalah anak beliau akan merasa malu dan merasa tidak mendapatkan perlindungan dari Ayahnya sendiri meskipun  ia bestatus sebagai anak kandung.  

DAFTAR PUSTAKA

Soerjono, Soekanto. (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Narwoko J. Dwi, Bagong Suyanto. (2011). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sutomo, dkk. (2009). Sosiologi Untuk SMA Kelas XI Semester 1. Malang: Graha Indotama.

Saptono, dan Bambang Suteng Sulasmono (2007). Sosiologi. Jakarta: PT. Phibeta Aneka Gama. 

Usman, Sunyoto (2012). Sosiologi Sejarah, Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 

Burhanudin (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.